Formakommedia.com , Baubau, 22 Maret 2025 – Pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) baru-baru ini menuai perhatian dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya datang dari Angkatan muda bumi Anoa Sulawesi Tenggara Kepulauan Buton( AMBA-SULTRA DPW KEPTON ) yang turut mencermati implikasi pengesahan aturan tersebut.
Hendri Kusuma Wardani, anggota pengurus AMBA-SULTRA DPW Kepulauan Buton , menyampaikan pandangannya terkait ketentuan yang memungkinkan prajurit TNI aktif mengisi jabatan di lembaga sipil tanpa keharusan mundur dari dinas militer.
Menurut Hendri, ketentuan ini berpotensi bertentangan dengan semangat konstitusi, khususnya Pasal 30 Ayat (3) UUD 1945, yang jelas menyatakan bahwa TNI adalah instrumen negara di bidang pertahanan.
“Pasal 30 Ayat (3) sudah sangat tegas: fungsi utama TNI adalah menjaga kedaulatan dan pertahanan negara. Ketika prajurit aktif diizinkan duduk di jabatan sipil tanpa melepaskan status militernya, ini membuka peluang peran ganda yang berisiko melampaui batasan konstitusi,” ungkap Hendri.
Ia menambahkan, kondisi tersebut dikhawatirkan mengaburkan garis pemisah antara kewenangan militer dan sipil, yang selama ini telah ditegaskan sejak Reformasi 1998 untuk mencegah tumpang tindih peran di pemerintahan.
Tak hanya itu, Hendri juga menyoroti potensi ketidaksetaraan hukum yang muncul, terutama jika dikaitkan dengan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 tentang persamaan di depan hukum. Di satu sisi, pejabat sipil tunduk pada peradilan umum, sementara TNI aktif tetap tunduk pada peradilan militer.
“Bayangkan, dalam satu lembaga sipil bisa berlaku dua sistem hukum yang berbeda untuk posisi serupa. Ini jelas membuat asas kesetaraan hukum jadi tidak konsisten, dan berpotensi mencederai prinsip negara hukum seperti diatur dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945,” tambahnya.
Sebagai penutup, AMBA-SULTRA DPW Kepulauan Buton menegaskan pentingnya semua pihak mengawal implementasi revisi UU ini secara ketat agar supremasi sipil tetap terjaga, akuntabilitas hukum berjalan, dan semangat reformasi tidak terkikis.
Redaksi










